Oleh: Shelly fitri afifah
Mahasiswi
STAINU Temanggung
Pandemi sudah
melalui banyak hal bersama kita, menepis rindu yang memudar karena tak kunjung
membuahkan pertemuan. Terimakasih pandemi, telah memberi kehangatan pada keluarga
yang tetap di rumah saja. Kehangatan yang mungkin selama ini belum pernah dirasakan.
Dampak pandemi memberi banyak pelajaran, baik positif maupun negatif. Tak dapat
dipungkiri alam mempunyai takdir sendiri untuk memberi peringatan kepada
manusia. Udara yang sebelumnya bebas kita hirup dimanapun dan kapanpun,
mendadak dihalangi oleh masker. Tradisi salaman setiap bertemu orang,
mendadak tidak diperbolehkan. Sekolah yang seharusnya masuk, diliburkan satu
tahun lamanya. Dan masih banyak hal lain yang membentuk kenangan indah bersama
pandemi.
Apa sih
akhlak terpuji?
Akhlak
merupakan tingkah laku yang melekat pada diri seseorang, tingkah laku yang
tidak disadari akan membentuk perbuatan yang dilakukan dalam kehidupannya
sehari-hari. Dalam ajaran Islam akhlak terbagi menjadi dua jenis, yaitu akhlak
terpuji adan akhlak tercela. Akhlak terpuji disebut juga Akhlakul Kharimah, tingkah
laku yang menimbulkan perbuatan baik, sesuai dengan akal sehat dan ketentuan
syariat. Akhlak terpuji bersumber dari ajaran agama dan tradisi (adat istiadat).
Agama Islam memiliki al-qur’an sebagai salah satu pedomannya, dan didalamnya
dijelaskan perintah untuk melakukan akhlaq yang terpuji. Kemudian tradisi
merupakan kebiasaan yang dapat dijadikan akhlaq, selagi tidak menyalahi ajaran
agama.
Lalu apa
saja sih akhlak terpuji itu? berkata jujur, amanah, ikhlas, sabar, berserah
diri, sopan santun, adil, rendah hati,
pemaaf, saling mengasihi, ataupun tolong menolong. Banyak akhlaq terpuji yang
dapat kita praktikkan. Mengapa kita harus berakhlak terpuji? selain sudah
dijelaskan di dalam al-qur’an, akhlaq terpuji akan menjadikan kehidupan kita
nyaman, tentram, dan damai. Sebagai contoh pemaaf, ketika ada sikap orang lain
yang tidak bisa diterima di hati, tetapi kita tetap memaafkannya. Maka hati
kita akan perlahan memahami dan melupakannya. Tetapi sebaliknya, jika kita
merasa dendam dan ingin membalasnya maka yang ada dihati kita isinya hanya
kebencian yang tak akan berujung dan tak akan selesai jika kita tidak mau
mensudahinya. Kuncinya ada dalam diri kita, menjadi pemaaf atau pendendam. Tim
mana kalian?
Akhlak
terkikis karena pandemi?
Dampak pandemi
mengikis akhlak terpuji anak. Sekolah yang selama ini perlahan membentuk
akhlaq, kepribadian, dan karakter anak, diliburkan. Orang tua menjadi sasaran
utama dan satu-satunya peran yang dapat menggantikan guru sekolah anaknya, mau
tidak mau menjelma sebagai pengajar/guru. Sekolah memang terus mengupayakan
agar anak bisa belajar di rumah, guru sekolah memberikan tugas dengan prosedur
harus dikumpulkan pada tanggal yang sudah ditentukan. Tugas yang diberikan guru
sekolah kepada siswanya menjadi tugas baru bagi orang tua untuk membantu
mengerjakan tugas anaknya, dan mengumpulkannya ke sekolah.
Anak didik/siswa
baru yang diterima di sekolah, mereka bahkan belum mengenal siapa gurunya,
hanya menerima tugas, dikerjakan, lalu dikumpulkan. Sebagian anak yang
notaben-nya ngeyelan dan orang tua yang tidak tegelan akan
menjadi perpaduan yang sempurna. PR yang diberikan guru sekolah akan menjadi PR
wali murid. Sempurna bukan? orang tua mengerjakan PR dan anaknya sibuk bermain
hp, rebahan, nongkrong sampai malam, merokok, nonton video yang tidak
seharusnya, dsb. Kemudian muncul juga kasus KADR (Kekerasan Anak Dalam Rumah),
orang tua yang tidak sabaran menghadapi sikap anak atau bahkan
sebaliknya, anak yang tidak menghargai orang tuanya?
Tidak semua
orang tua mampu mendidik anaknya dengan sabar dan tepat. Inilah mengapa sekolah
tatap muka tidak bisa digantikan. Sekolah online perlahan mengikis
akhlak pada anak, kebiasaan yang mereka lakukan disekolah perlahan menghilang.
Di sekolah mereka diajarkan untuk sopan dan santun kepada guru serta orang
tuanya, menunduk ketika bertemu orang yang lebih tua, berjabat tangan dengan
gurunya, mengucapkan salam ketika masuk kelas, saling berbagi makanan dengan
temannya, meminjamkan penghapus kepada temannya, patuh kepada bapak dan ibu
guru. Perilaku seperti itu perlahan hilang.
Sekolah
memang bukan satu-satunya lembaga yang mapu membentuk akhlak terpuji pada anak.
Lalu adakah lembaga lain? Pesantren, TPA/TPQ, Madrasah Diniyah, atau
semacamnya. Lembaga seperti ini akan membantu peran orang tua dalam membentuk
akhlak terpuji pada anak. Tetapi, yang menjadi masalah adalah orang tua.
Mengapa? Karena tidak semua orang tua sadar akan hal tersebut, banyak dari mereka yang masih beranggapan
bahwa pendidikan formal sekolah adalah yang terpenting, dan ngaji hanya
pelengkap. Karena pada kenyataannya ketika anak tidak bisa pelajaran
matematika, maka akan dicarikan guru les matematika oleh orang tuanya. Namun
ketika anak belum bisa membaca al-qur’an, orang tua biasa saja. Mereka tidak
berusaha untuk mencarikan guru ngaji atau konsultasi kepada guru ngajinya
kenapa anak saya belum lancer membaca sedangkan teman yang lainnya sudah?.
Ngaji?
Yap, ngaji
adalah jawabannya. Ponpes? TPQ/TPA? Madin?.
Apa yang ada
dipikiran kalian ketika mendengar kata pesantren? Beberapa orang tua berkata
kepada anaknya “tak pondokke loo!!”. Apa yang salah dengan
pondok/pesantren? Pesantren bukan tempat pelarian anak nakal, tetapi pesantren
adalah tempat menimba ilmu, menemukan jati diri, memperbaiki jati diri, dan membentuk
jati diri yang lebih baik lagi. Di pesantren secara tidak langsung kita akan
selalu disuguhkan dengan hal yang baik, bahkan ketika kita tidur pulas, teman
disebelah kita sedang membaca al-qur’an dan sebelahnya lagi sedang menghafal
nadhom alfiyah. Pesantren adalah tempat yang sangat luar biasa manfaatnya. Apa
yang kalian dapat ketika kalian tidur di rumah? Mendengar musik dangdut yang
diputar tetangga sebelah. Lingkungan yang positif akan mengalirkan energi yang
positif pula, begitupun sebaliknya.
Tidak hanya
pesantren, TPQ/TPA dan Madin juga mampu membantu peran orang tua dalam
membentuk akhlak anak. Kuncinya hanya pada orang tua, mengapa? Karena anak
tidak akan bisa berjalan sendiri tanpa dukungan dan ridho dari orang tuanya.
Orang tua yang sadar akan pendidikan agama anaknya, pastinya akan berusaha
mengarahkan anaknya untuk mau ngaji. Karena jika dilihat dari realitanya
banyak juga guru ngaji yang dengan ikhlas mau menularkan ilmunya tanpa
imbalan yang setimpal. Guru yang baik adalah guru yang mau mendoakan anak
didiknya dengan sepenuh hati, bukan hanya guru yang memberikan ilmunya saja.
Karena pada hakikatnya bukan guru yang memintarkan anak didiknya, melainkan
Allah Swt. Tugas guru hanya memberikan ilmu, berikhtiar mendoakan anak
didiknya, lalu serahkan semuanya pada Allah Swt. Siapa guru itu? Guru di
Pesantren.
Pesantren
mampu menepis dampak pandemi terhadap kikisnya akhlaq terpuji pada anak.
Pesantren adalah tempat yang tepat untuk membantu peran orang tua dalam
membentuk karakter kepribadian anak, pesantren mampu memberikan amunisi akhlaq
terpuji setiap harinya. Pesantren mampu mengontrol anak selama 24 jam setiap
harinya. Lalu, masihkah ragu untuk memasukkan anak ke pesantren? Dan masihkah
akhlaq terpuji diminati?
Tambahkan Komentar