Mahasiswa Ekonomi Syariah INISNU Temanggung
Islam merupakan agama yang terbuka, yang selalu
memberikan keleluasaan kepada umatnya untuk berpikir ke depan, dalam rangka
mencapai tingkat peradaban dan kemajuan yang lebih baik. Maraknya pemikiran,
diskusi dan pengkajian tentang ekonomi Islam, telah berpengaruh besar terhadap
pertumbuhan sistem bisnis berdasarkan syariah pada umumnya dan lembaga keuangan
syariah pada khususnya. Keberadaan sistem demikian ini, telah banyak
dieksperimenkan di beberapa Negara, seperti Iran, Pakistan dan Sudan, serta
Malaysia, dan belakangan ini Indonesia.
Sebagai suatu ideologi , Islam tentunya sangat syarat
dengan nilai. Dengan demikian, bangunan akuntansi yang berlaku dalam masyarakat
Islam tentunya harus menyesuaikan diri dengan karakteristik Islam itu sendiri. Ajaran
Islam secara tegas menunjukkan, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an Surat
Al-Baqarah ayat 282. Ayat ini dapat ditafsirkan dalam konteks akuntansi,
utamanya berkaitan dengan teori dan organisasinya. Akuntansi menurut Islam
memiliki bentuk yang syarat dengan nilai keadilan, kebenaran dan pertanggungjawaban.
Sebab informasi akuntansi memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pemikiran,
pengambilan keputusan, dan tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Akuntansi
konvensional maupun syariah sebenarnya memiliki tujuan yang sama yaitu menuju
praktik akuntansi yang baik dan sehat. Untuk menuju praktik akuntansi yang baik
dan sehat, maka diperlukan teori yang baik dan sehat.
Dalam konsep syariah, teori yang baik dan sehat itu
diperoleh melalui Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia, dan sunah berupa
segala macam hal yang dilakukan oleh nabi Muhammad SAW sebagai penerima wahyu.
Akuntansi syariah sebenarnya merupakan jawaban dari masalah ekonomi saat ini
dan tidak hanya diperuntukkan bagi umat muslim saja, karena karakteristik
Al-Qur’an adalah Rahmatan lil alamin. Dari penjelasan tersebut bukan sebuah hal
yang aneh, jika masyarakat non muslim pun beralih pada ekonomi Islam, sehingga
konsekuensi dari transaksi yang mengandung syariah maka kebijakan akuntansi
yang diterapkan harus sesuai dengan standar akuntansi syariah. Nilai
pertanggungjawaban, keadilan dan kebenaran selalu melekat dalam sistem akuntansi
syariah. Ketiga nilai tersebut tentu saja sudah menjadi prinsip dasar yang
universal dalam operasional akuntansi syariah.
Makna yang terkandung
dalam ketiga prinsip akuntansi syariah
Yang pertama , prinsip pertanggungjawaban
(accountability). Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah yang
merupakan hasil transaksi manusia dengan sang Khaliq mulai dari alam kandungan.
Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam
praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah
diamanatkan dan yang telah diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait. Wujud pertanggungjawabannya
biasanya dalam bentuk laporan keuangan.
Untuk prinsip yang kedua adalah prinsip keadilan. Prinsip
keadilan tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan
sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat
dalam fitrah manusia. Hal ini berarti bahwa manusia pada dasarnya memiliki
kapasitas dan energi untuk berbuat adil dalam setiap aspek kehidupan. Dalam
konteks akuntansi, menegaskan kata adil dalam ayat 282 Surat Al-Baqarah, secara
sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan
dicatat dengan benar. Dengan demikian, kata keadilan dalam konteks aplikasi
akuntansi mengandung dua pengertian, yaitu: Pertama, adalah berkaitan dengan
praktik moral yaitu kejujuran, yang merupakan faktor yang dominan. Tanpa
kejujuran ini, informasi akuntansi yang disajikan akan menyesatkan dan
merugikan masyarakat. Kedua, kata adil bersifat lebih fundamental (dan tetap
berpijak dalam nilai-nilai etika / syariah dan moral).
Prinsip yang ketiga adalah prinsip kebenaran. Prinsip
kebenaran ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari prinsip keadilan. Dalam
akuntansi kita akan selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran dan pelaporan.
Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai
kebenaran. Kebenaran ini akan menciptakan keadilan dalam mengakui, mengukur dan
melaporkan transaksi-transaksi ekonomi.
Lembaga Bisnis Islami (Syariah)
Merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk
menegakkan aturan-aturan ekonomi Islami. Sebenarnya, bisnis secara syariah
tidak hanya berkaitan dengan larangan bisnis yang berhubungan dengan, seperti
masalah alkohol, pornografi, perjudian, dan aktivitas lain yang menurut
pandangan Islam seperti tidak bermoral dan anti-sosial. Akan tetapi bisnis
secara syariah ditunjukkan untuk memberikan sumbangan positif terhadap
pencapaian tujuan sosio-ekonomi masyarakat yang lebih baik. Bisnis secara
syariah dijalankan untuk menciptakan iklim bisnis yang baik dan lepas dari
praktik kecurangan.
Islam adalah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk selalu
bekerja, optimis, kreatif, dinamis dan inovatif. Ajaran ini dimaksudkan agar umat
Islam selalu dapat menyesuaikan diri dengan percepatan perkembangan yang terjadi
dalam masyarakat. Dengan ajaran tersebut, Islam telah menjadi suatu agama yang
memiliki kekuatan dinamis dalam dunia modern ini.
Berkaitan dengan pembangunan ekonomi Islam, persoalan
fundamental yang muncul adalah keterkaitan dengan langkah ke depan pembangunan
ekonomi Islam. Hasil dari pembangunan ekonomi biasanya diwujudkan dalam bentuk produk
yang seharusnya dimiliki oleh warga Negara dan terdistribusikan secara adil.
Sehingga ada dua konsep utama dalam kerangka sistem ekonomi Islam, yaitu
kerangka kepemilikan dan keadilan. Kepemilikan dan keadilan pembangunan ekonomi
dapat benar-benar terwujud apabila tidak terjadi akumulasi modal dan sentralisasi
kekuasaan. Hal ini juga akan mengantarkan kepada konsep etika ekonomi Islam.
Proses pembangunan sebuah sistem baru yang berlandaskan pada etika ekonomi
Islam, harus dilakukan sesuai dengan kaidah Islam.
Usaha pembangunan selama ini masih lepas dari nafas
Islam. Meskipun nafas Islam ditampilkan, paling-paling yang tergambar adalah
salah satu dari kedua bentuk , yaitu : Sebagian
memedulikannya sekedar untuk mencari pengabsahan (legitimation) bagi kebijakan
yang sudah diambil. Sebagian lagi menjadikannya sebagai titik rujukan (point of
reference) untuk mengkritik kebijakan dan pembangunan. Bisnis berdasarkan
syariah di negeri ini mulai tampak tumbuh.
Pertumbuhan itu tampak jelas pada sektor keuangan. Dimana
kita telah mencatat tiga bank umum syariah, 78 BPR Syariah dan lebih dari 2000
unit Baitul Mal wa Tamwil. Lembaga ini telah mengelola berjuta bahkan bermiliar
rupiah dana masyarakat sesuai dengan prinsip syariah. Prinsip ini sangat
berbeda dengan prinsip yang dianut oleh lembaga keuangan non-Syariah. Adapun
prinsip-prinsip yang dirujuk adalah : Larangan menerapkan bunga pada semua
bentuk dan jenis transaksi , Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan
berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal , Mengeluarkan zakat dari
hasil kegiatannya , Larangan menjalankan monopoli , Bekerja sama dalam
membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak
dilarang oleh Islam .
Melalui produk-produk yang dihasilkan oleh Bank Islam
dalam bentuk produk pengumpulan dana dan penyaluran dana tersebut dapat
dioperasikan sesuai dengan syariah Islam yang benar, sehingga mampu
mengantarkan kepada keridhoan Allah semata.
Tambahkan Komentar