Oleh Rizqiyana Salma Musyarofah
Akhir akhir ini banyak
sekali khalayak yang mendiskusikan, mengkolaborasi tentang kesetaraan gender,
akan tetapi terdapat beberapa pro kontra yang terjadi khususnya dari pihak laki
laki yang menimbulkan miss konseption, yaitu ada yang setuju karena dengan
dasar mereka menghargai perempuan, seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW,
ada juga yang tidak setuju karena merasa terserang dengan adanya kesetaraan
gender. Seakan akan
perempuan ingin menguasai hak laki laki dan perempuan bukan hanya sebagai kelas
yang terpinggirkan. Tentu hal tersebut menarik untuk dikaji,karena penulis
seorang perempuan sehingga muncul beberapa harapan tentang pemaknaan gender yang
sebenrnya.
Kesetaraan gender
Tidak jauh-jauh
membicarakan seorang perempuan, di Negara kita Perempuan masih mengalami
diksriminasi, keterpinggiran sampai pelecehan seksual. Hal tersebut terjadi
karena pendidikan dan pemahaman berkaitan dengan perempuan masih kurang. Jangan
sampai menganggap perempuan seperti jaman jahiliyah yang dijadikan sebagai
budak, pembantu dan lainnya.
Kata gender berasal
dari bahasa inggris “gender” berarti “jenis kelamin”. Dalam Webter New Worl
Dictionary, gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki laki
dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”.
Hilany, M.Lips dalam
bukunya yang terkenal Sex and Gender, in introduction mengatakan gender sebagai
harapan harapan budaya terhadap laki laki dan perempuan (curtural ecpectations
for women and men), pendapat ini sejalan dengan pendapat umumnya feminis
seperti Linda L.Lindsey, yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal
penentuan seseorang sebagai laki laki atau
perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (what a given societydifines
as masculine or feminime is a componen of gender).
Dari beberapa pengertian
diatas, dapat ditarik kesimpulan gender adalah perbedaan peran, fungsi,
tanggung jawab antara laki laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi
sosial dan dapat diubah sesuai perkembangan
zaman. Banyak orang
mengartikan atau mencampuri ciri ciri manusia sebagai kodrati (tidak berubah)
dan non-kodrati (gender) yang bisa berubah dan diubah sepanjang zaman.
Perbedaan gender ini pun menjelaskan orang berfikir kembali tentang peran
mereka yang sudah melekat, baik laki laki maupun perempuan.
Persepsi yang kurang tepat
tentang kesetaraan gender telah menghalangi peran perempuan dalam kehidupan
sosial. Selama ini masyarakat menganggap perempuan memiliki keterbatasan
kesempatan berdasarkan perbedaan ciri biologisnya. Pandangan itu juga membatasi
peran perempuan dalam tatanan sosial. Kesetaraan gender merupakan salah satu
hak asasi kita sebagai manusia. Hak untuk hidup secara terhormat, bebas dari
rasa ketakutan,dan bebas menentukan pilihan hidup tidak hanya diperuntukkan
laki laki, perempuan pun memiliki hak yang sama pada hakikatnya. Sayangnya
sampai saat ini, perempuan masih dianggap lemah dan hanya menjadi sosok pelengkap. Terlebih adanya pola pikir
perempuan hanya sebatas kerja di dapur, sumur, mengurus keluarga, anak,
sehingga pada akhirnya hal diluar itu menjadi tidak penting.
Najwa Shihab dalam narasinya
juga pernah menceritakan pengalamannya dalam mengidentifikasi beberapa kasus di
Harvard University, sekelompok mahasiswa diberikan kisah nyata, biografi
tentang satu pengusaha teknologi yang berhasil, dalam biografi tersebut
digambarkan perjuangannya betapa ia berdarah darah membangun perusahaannya
sampai akhirnya berhasil. Akan tetapi, dua cerita tersebut diubah yang satu namanya
Hawrd dan yang satunya Haydi, itu adalah orang sama hanya saja diganti jenis
kelaminnya. Dan ketika kelompok mahasiswa itu ditanya “kamu lebih suka yang
mana?” mereka menjawab “Saya lebih suka Hawrd, kayaknya orangnya luar biasa,
punya semangat kerja, berdedikasi” kemudian ditanya lagi “Haydi kenapa kamu gak
suka?” merekapun menjawab “Kayaknya si Haydi ini kalo jadi bos suka suka marah
marah dan juga tidak profesional”.
Haydi dan Hawrd adalah orang
yang sama, hanya beda jenis kelaminnya saja, tapi prespektif orang perempuan
sukses tidak disukai, sedangkan laki laki sukses dipuja puja. Karenanya
perempuan malu mengakui kesuksesannya bahkan sampai hari ini masih terjadi.
Namun demikian, bukan
berarti kaum laki laki dan wanita menjadi sama dan setara dalam segala hal.
Menyetarakan keduanya dalam semua peran, kedudukan, status sosial, pekerjaan,
jenis kewajiban dan hak sama dengan melanggar kodrat. Karena kenyataan yang
tidak dapat dipungkiri bahwa antara laki laki dan perempuan terdapat perbedaan
perbedaan mendasar, sehingga jika kita melihat keduanya dengan kasat mata
sekalipun. Secara biologis dan kemampuan fiisik, laki laki dan perempuan jelas
berbeda. Begitupun dari sifat sifat, pemikiran-akal, kecenderungan, emosi, daan
potensi masing masing juga berbeda.
Bahasan isu kesetaraan
antara laki-laki dan perempuan memang perlu dikaji secara utuh oleh kita semua,
karena kitalah (laki-laki dan perempuan) yang akan menerima manfaatnya. Alergi
terhadap kajian kesetaraan gender akan memberikan dampak negatif bagi
penyumbatan pembangunan secara utuh. Oleh karenanya apa yang telah dipaparkan
secara global dalam bahasan ini masih perlu perenungan dan kajian spesifik yang
sungguh-sungguh. Semoga apa yang dibahas ini akan memberikan manfaat yang
bermakna. Amin
Tambahkan Komentar