Oleh Sulistyowati
Mahasiswa INISNU Temanggung
Kita sebagai umat muslim sangat dianjurkan untuk mengetahui macam
macam hadits, guna sebagai pedoman dalam hidup. Selain Al-qur”an, hadist juga
dijadikan sebagai sumber hukum bagi kehidupan semua umat Islam di muka bumi ini.
Hadis merupakan sumber utama yang monumental bagi umat Islam, sekaligus sebagai
penafsirdan bagian yang komplementer terhadap Al-Qur;an, sunnah Nabi saw,
terutama perkataan nabi yang membahas mengenai berbagai macam persoalan yang
sifatnya nonfisik dan terlihat sampai
persoalan tata cara pergaulan dengan orang tua, guru, dan anak anak yang
dibawah usia.
Di era modern ini tentu saja banyak sekali hadits-hadits yang dapat
kita pelajari. Sebelum kita mempelajari suatu hadits kita harus memastikan
bahwa hadits yang kita pelajari tersebut adalah hadits asli atau palsu. Hadits
palsu disebut juga dengan hadits maudlu. Maudlu secara bahasa adalah bentuk
isim maf’ul dari kata وَضَعَ yang berarti meletakkan, merendahkan,
membuat-buat, dan menempelkan. Sedangkan secara Istilah maudlu adalah hadis
yang dibuat-buat dan didustakan atas nama Rasulullah saw. Hadits maudlu
merupakan hadits palsu yang dibuat-buat oleh seseorang atau kelompok yang tidak
bertanggung jawab dengan tujuan untuk merobohkan ajaran-ajaran agama Islam.
Kita sebagai umat muslim tidak boleh bodoh dalam mempelajari
berbagai macam hadits. Karena sejak zaman Rasulullah wafat, banyak hadis yang
sudah dipalsukan untuk kepentingan individu maupaun kelompok guna untuk
mencapai tujuan tertentu. Pemalsuan hadits ini termasuk perbuatan yang sangat
tercela karena hal ini dapat menyesatkan orang orang yang ingi mempelajati dan
memperdalam ilmu-ilmu hadits. Seseorang atau kelompok yang memalsukan hadits
akan mendapat dosa jariyah, dimana dosa tersebut merupakan dosa yang didapat
oleh orang orang yang mempelajari hadits palsu tersebut.
Di era modern ini banyak yang menyamakan antara hadits dho’if dengan
hadits maudlu. Hadis dho’if masih berkemungkinanan hadits yang berasal dari
Rasulullah walaupun ada rawi yang mengalami lemah dari sisi persyaratan
keshohihan atau kemakbulan dari suatu hadits. Walaupun perawi yang meriwayatkan
hadits ini lemah dari sisi persyaratan,kedhobitan, keadilan, ataupu kecatatan
dan lain sebagainya dari suatu hadits, bukan berarti hadits ini berarti dusta. Pada
saat ini jika seseorang mendengar kata dho’if maka tidak boleh digunakan untuk
pedoman hidup. Karena terlalu banyaknya penggunaan-penggunaan yang tidak
semestinya itu seakan-akan ada peyorasi yaitu adanya penyimpangan makna dari
dhoif menuju maudlu. Hal ini harus di hindari untuk mecegah terjadinya sesuatu
yang negatif yang tidak kita inginkan.
Di era ini juga banyak orang orang yang sedikit sedikit menyangkut
pautkan dengan Rasulullah. Ketika ada seseorang yang menemukan hadits
Seseorang atau kelompok yang memalsukan hadits tidak semata mata
hanya sekedar memalsukan hadits saja, tetapi mereka didorong oleh bebrapa
tujuan yaitu untuk membela kepentingan politik sesaat, membela aliran teologi,
mengagungkan mazhab fiqh tertentu, untuk pemikat hati orang lain yang
mendengarkannya, untuk menjadikan orang lain lebih Zahid, untuk mendapatkan
perhatian oleh penguasanya, untuk mendapatkan hadiah-hadiah dari orang orang
yang digembirakan hatinya oleh pemalsu hadit tersebut, untuk menerangkan
keutamaan suku bangsa terntentu, dan ketidaktahuan atau ketidakadanya pemahaman
mengenai agama, adanya seseorang atau memusuhi agama Islam sehingga membuat
kepalsuan terhadap isi ajarannya,
Seiring berjalannya waktu,dunia ini akan berkembang dan semakin
maju, banyak orang orang yang pintar dan cerdas. Akan tetapi kepintaran dan
kecerdasan itu tidak semuanya digunakan pada hal yang positif. Terlebih jika
berkaitan dengan pemahaman agama, mereka orang-orang yang cerdas pintar malah
melakukan hal yang negative yaitu memalsukan hadits. Mereka menyalahgunakan
untuk memelintir Al-Qur’an dan Hadits Nabi untuk kepentingan mereka dalam mendapatkan
simpati dari orang lain.
Sebagai contoh, di dalam kampanye politik, mereka menyitir ayat-ayat
kemudian menafsirkannyang sesungguhnya penafsiran mereka terhadap ayat-ayat
tersebut tidak sesuai, namun dimaknai sedemikuan rupa senggiha tampak ayat tersebut
sesuai dengan tujuan yang mereka inginkan.Hal ini merupakan contoh pemalsuan
hadit karena penafsiran jauh dari makna yang sebenarnya.
Untuk menyikapi hal tersebut, para ulama harus mengatasi adanya
pemalsuan hadits ini, dengan cara meneliti sanad dan hadits (meneliti
karakteristik para rawi dengan mengamati perilaku mereka dan riwayat mereka),
menguji kebenaran hadits dengan melakukan perbandingan dengan hadits yang
lainnya, membuat kaidah-kaidah untuk mengetahui ciri-ciri hadits maudlu (dari
sisi sanad dan sisi matan), Menyusun kitab himpunan hadits-hadits maudlu
beserta penjelasannya, dan memberi peringatan keras bagi seseorang atau
kelompok yang melakukan pemalsuan hadits.
Sebagai generasi milenial, kita harus pintar-pintar memilih mengenai
apa yang akan kita lakukan, terlebih jika kita akan mempelajari dan memperdalam
ilmu keagamaan. Hal tersebut merupakan pedoman hidup yang akan kita lakukan
semasa hidup di dunia, dan akan menjadi amalan kita untuk menghadap kepada
Allah SWT.
Tambahkan Komentar