Oleh Afina Dwi Nur Cahya
Mahasiswa PGMI INISNU Temanggung
Kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin menggunakan kopi sianida oleh Jessica Kumala Wongso tujuh tahun silam, tepatnya tanggal 6 Januari 2016, kembali menuai perhatian publik. Kasus ini kembali muncul setelah Dokumenter yang dirilis Netflix berjudul Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso. Dalam kasus yang terjadi pada 2016 tersebut, Jessica Kumala Wongso dinyatakan bersalah karena melakukan pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin. Pembunuhan tersebut dilakukan melalui es kopi Vietnam yang dibubuhkan racun sianida. Peristiwa tersebut terjadi di sebuah cafe bernama Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Hingga pada tanggal 29 Januari 2016, Jessica Kumala Wongso ditetapkan menjadi tersangka.
Kasus pembunuhan dengan sianida bermula saat empat orang yang telah berteman sejak menempuh pendidikan di Billy Blue College, Australia mengadakan reuni di Jakarta. Empat orang itu adalah Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, Hani Boon Juwita, dan Vera. Berlangsung pada 6 Januari 2016 di cafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, reuni akhirnya hanya dihadiri tiga orang karena lantaran Vera absen. Kala itu, Jessica lebih dulu tiba di cafe Olivier sebelum pukul 16.00 WIB untuk menghindari agar teman temannya tidak datang terlebih dahulu dari Jessica, karena dia ingin mentraktir dan tidak ingin mengecewakan mirna dan hani karena menunggu pesanannya terlalu lama. Dia kemudian berinisiatif memesan es kopi vietnam dan dua cocktail. Jessica juga langsung membayar pesanannya yang disebut tidak biasa dilakukan pembeli lain. Pegawai cafe Olivier juga bersaksi, es kopi vietnam Mirna yang Jessica pesan berwarna kekuningan dan berbau. Tak lama setelah pesanan tiba, Mirna pun sampai di cafe Oliver bersama Hani. Mereka mendatangi Jessica yang sudah menunggu di meja nomor 54, dan saling bertegur sapa. Mirna pun langsung meminum es kopi vietnam yang telah dipesankan untuknya. Namun, dia justru kejang-kejang dan tidak sadarkan diri. Mulut korban juga mengeluarkan buih, karena kopi yang dipesankan jessica rasanya aneh dan berbau tidak seperti kopi. Mirna kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Abdi Waluyo, tetapi meninggal dunia dalam perjalanan.
Merasa ada kejanggalan dalam kasus kematian anaknya, ayah Mirna yang bernama Edi Dharmawan Salihin membeberkan tingkah laku Jessica selama berada di rumah sakit. Menurut dia, gerak-gerik Jessica ketika itu tampak mencurigakan. Keanehan lain, yakni ketika Jessica keliling mendengarkan orang berbicara di rumah sakit. Jessica pun menghilang setelah berkeliling. Selain itu, menurut Darmawan, Jessica tampak berbicara dengan tenang selama ia dan Mirna berada di rumah sakit. Sementara itu, saudara kembar Mirna, Sandy Salihin, mengungkapkan bahwa Jessica sempat mengirimkan artikel berita soal es kopi vietnam beracun ke Sandy melalui via pesan singkat usai Mirna meninggal.
Pada tanggal 9 Januari 2016, polisi meminta persetujuan keluarga untuk mengotopsi tubuh Mirna. Namun, persetujuan tak langsung diberikan. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya saat itu, Kombes Krishna Murti, mendatangi Dermawan untuk meminta izin dan memberikan pengertian. Setelah menilai otopsi perlu dilakukan, keluarga akhirnya memberikan izin. Kendati demikian, yang dilakukan hanyalah pengambilan sampel tubuh di Rumah Sakit Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur, bukan otopsi keseluruhan. Jenazah Mirna selanjutnya dibawa ke TPU Gunung Gadung di Bogor, Jawa Barat untuk dikebumikan pada tanggal 10 Januari 2016. Pada 16 Januari 2016, enam hari setelah pemakaman, Kepala Puslabfor Polri saat itu, Brigadir Jenderal Alex Mandalikan mengungkapkan, ada zat sianida di dalam kopi Mirna. Racun mematikan tersebut juga ditemukan di lambung Mirna, dengan berat sekitar 3,75 miligram. Setelah memeriksa rekaman CCTV, saksi-saksi seperti Jessica, Hani, keluarga Mirna, dan pegawai cafe Olivier, polisi pun menetapkan Jessica sebagai tersangka pada tanggal 29 Januari 2016. Usai ditangkap, Jessica menjalani sejumlah pemeriksaan, termasuk melakukan tes kejiwaan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) guna mengetahui motif di balik pembunuhan Mirna.
Setelah cukup lama, persidangan kasus pembunuhan Mirna untuk pertama kalinya digelar pada tanggal 15 Juni 2016. Saat itu, jaksa penuntut umum mendakwa Jessica dengan dakwaan tunggal, tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman pidana mati. Tim kuasa hukum Jessica langsung menyampaikan nota keberatan atas dakwaan tersebut. Melalui eksepsinya, dakwaan jaksa disebut terlalu dangkal. Unsur pembunuhan berencana seperti di mana sianida dibeli, disimpan, dan dimasukkan ke dalam es kopi vietnam, juga tidak terpenuhi.
Jaksa juga menyebutkan bahwa pembunuhan dengan racun sudah dianggap sebagai pembunuhan berencana. Butuh 32 kali persidangan dan puluhan saksi untuk dihadapkan di meja pengadilan sebelum akhirnya hakim menjatuhkan putusan. Hingga pada tanggal 27 Oktober 2016, hakim memutuskan Jessica bersalah atas pembunuhan berencana terhadap Mirna dilatarbelakangi dendam dari Jessica kepada Mirna dan sempat diduga punya hubungan dengan suami mirna. Arief Soemarko, suami Mirna, bersaksi di pengadilan bahwa Jessica pernah marah besar kepada istrinya itu pada bulan Oktober 2014 ketika mereka di Australia. Kata arif, Jessica marah saat Mirna menasihatinya mengenai hubungan Jessica dengan pacarnya. Kala itu, Jessica marah dan meninggalkan Mirna sendirian dalam pertemuan mereka di Australia. Semenjak itu, kata Arief, Mirna ketakutan menghadapi Jessica. Mirna ketakutan karena menganggap Jessica marah kepadanya saat terakhir bertemu pada Oktober 2014 di Sydney, Australia. “Mirna tak mau bertemu Jessica seorang diri. Dalam pikiran Mirna, Jessica marah sama dia,” kata Arief. Setelah lama tak bersua, Jessica mengajak janjian bertemu Mirna di Jakarta. Pertemuan itulah yang kemudian berakhir dengan kematian Mirna. Di pengadilan juga terungkap, saat di Australia, Jessica beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri.
Sementara, Jessica bersikukuh dia bukan pelaku pembunuhan Mirna. Dalam nota pembelaan (pleidoi) yang dibacakan pada sidang kasusnya yang ke-28 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, tanggal 13 September 2016, dia mengatakan“Bagaimanapun juga, saya tidak membunuh Mirna, jadi seharusnya tidak ada alasan untuk memperlakukan saya seperti sampah,” ujar Jessica dalam nota pembelaannya. “Saya ada di sini karena saya dituduh meracuni teman saya, Mirna. Saya tidak menyangka kalau pertemuan di tanggal 6 Januari tersebut adalah saat terakhir saya bertemu Mirna, apalagi saya dituduh membunuhnya. Namun saya sadar kalau tidak ada yang luput dari kehendak Tuhan yang Maha Esa. Dan selama ini saya diberikan kekuatan yang sangat luar biasa untuk menghadapi cobaan ini,” tutur Jessica. “Mirna adalah teman yang baik, karena Mirna memiliki sifat yang ramah, baik hati dan jujur dengan teman-temannya. Selain itu dia juga sangat humoris, kreatif, dan pandai. Walau kita jarang bertemu karena tinggal di negara yang berbeda tetapi sangat mudah untuk menghabiskan waktu berjam-jam bercanda dan mengobrol pada saat bertemu”. “Tidak pernah terlintas di pikiran saya bahwa Mirna datang dari keluarga yang siap menekan dan mengintimidasi siapa pun yang mereka percaya telah berbuat hal yang buruk walau tanpa penjelasan yang pasti. Itu membuat saya berpikir apakah mereka menjadi jahat karena kehilangan Mirna,” ujar Jessica.
Hingga pada akhir persidangan, Jessica Wongso masih mengaku tidak membunuh teman baiknya tersebut. Ia tak dapat menjelaskan perasaannya saat berbagai tuduhan yang diberikan kepadanya hingga seakan seluruh masyarakat menghakiminya dan memojokkan keluarganya. “Yang Mulia, sulit untuk menjelaskan apa yang benar-benar saya rasakan atas kejadian ini. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Apa benar ini gara-gara kopi? Tapi satu hal yang saya tahu dan yakinkan saya tidak menaruh racun dalam kopi yang diminum Mirna,” ungkapnya. Tetapi dengan adanya kejadian ini, ia pun mengaku tidak menyesal karena telah mengenal Mirna sebagai temannya. Bahkan ia mengaku bahwa Mirna pun tahu ia tidak mungkin meracuni seseorang. “Karena pengalaman ini, hidup saya tidak akan kembali seperti semula. Namun saya tidak menyesal telah mengenal Mirna. Dia akan selamanya hidup di hati saya sebagai teman yang baik dan dia tahu kalau saya tidak mungkin meracuni orang,” terangnya.
Jessica bersumpah bahwa dirinya tidak membunuh atau meracuni Mirna. Ia pun hanya dapat memohon kepada majelis hakim agar tetap diberikan keadilan kepadanya serta dapat menilai karakternya dengan hati yang bijak. “Saya bersumpah kalau saya bukan seorang pembunuh. Saya berada di sini dengan tegar dan kuat adalah bukti yang mutlak kalau Tuhan bersama kita semua,” tutupnya. Setelah 32 kali persidangan dan puluhan saksi dihadapkan ke pengadilan, Yudi Wibowo salah satu kuasa hukumnya akhirnya menyatakan Jessica bersalah atas pembunuhan berencana kepada Mirna dan menjatuhkan vonis 20 tahun penjara sesuai dengan tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum. Dirinya kini telah dipenjara di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Bisa disimpulkan dari kasus ini menurut Otto Hasibuan mengatakan bahwa sejauh ini tidak ditemukan racun sianida di dalam tubuh Wayan Mirna Salihin, yang tewas usai meminum es kopi Vietnam di Cafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta. Berdasarkan hasil labfor Polri kopi yang berisi sianida ini katanya diminum Mirna kemudian Mirna meninggal. Mayatnya diperiksa tidak ditemukan sianida di dalam tubuhnya setelah 70 menit. Otto menuturkan, kandungan sianida 0,2 gram yang ditemukan di lambung Mirna tidak dapat langsung disimpulkan bahwa kematian Mirna karena sianida. Menurut dia, bisa saja Mirna tewas karena penyebab lain seperti halnya penyakit stroke atau asam lambung. Karena itu harus dipastikan dengan cara autopsi. Semua ahli yang diajukan penuntut umum dan pengacara, termasuk juga polisi mengatakan no autopsi no crime, karena autopsi adalah satu-satunya alat yang bisa digunakan di pengadilan untuk mengetahui matinya korban. Otto juga menegaskan bahwa berdasarkan dari keterangan 17 saksi Kafe Oliver, tidak ada satu orang pun yang menyatakan melihat Jessica memasukkan sesuatu ke dalam kopi Mirna. Begitu juga dengan keterangan ahli toksikologi yang dihadirkan ke persidangan, tidak ada yang dapat memastikan penyebab kematian Mirna karena sianida.
Tambahkan Komentar